Soroti Stunting, Anggota DPRD Samarinda Sebut Pernikahan Dini Ikut Menjadi Faktor Mempengaruhi

IMG 20240221 WA0024

DELINEWSTV | SAMARINDA – Wakil Ketua Komisi IV Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Samarinda, Sani Bin Husain meminta pemerintah serius melakukan penanganan stunting. Dia menyampaikan jika Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) yang besar tidak akan bermanfaat jika anak-anak kurang gizi.

“Ya untuk apa APBD tinggi, kalau anak-anak kurang gizi, tidak berguna itu berarti. Tapi kalau soal stunting ini jangan berpikir direct (langsung), atau parsial,” ujar Sani, Jumat 16/2/2024.

Menurutnya untuk mencegah atau menangani terjadinya stunting tidak sesederhana memberikan makan nasi dan telur saja, sebab, Sani menegaskan jika faktor terjadinya stunting ada beberapa hal, diantaranya pernikahan dini, di mana pada saat si ibu hamil pada usia yang sangat muda, ditambah dengan kondisi ekonomi rumah tangga yang rendah.

“Kondisi ekonomi rumah tangga, contohnya suaminya penggangguran, bisa jadi itu stunting. Karena setiap hari dari hamil, makannya mi terus, tidak ada gizinya sama sekali,” terangnya.

Langkah selanjutnya bisa dengan edukasi kepada remaja putri untuk mengkonsumsi tablet penambah darah. Dari sini, Sani Kembali menegaskan jika stunting harus mendapatkan perhatian dari semua sektor.

Komando utama dari penanganan dan pencegahan stunting adalah pimpinan daerah. Namun untuk target akhir tahun, dia belum berani memberikan pandangan.

“Komandonya harus wali kota kita, ya nanti marilah kita lihat bersama-sama diakhir 2024, berkurang atau bertambah. Saya penasaran juga, tapi untuk saat ini belum ya, langkah yang diambil efektif atau tidak kita tunggu hasil. Karena saya tidak bisa jawab sekarang,” urainya.

Sani menilai, masalah paling krusial yang harus dicegah adalah pernikahan dini, dan menurutnya ini sangat berpengaruh. Di mana, remaja yang sebetulnya belum siap hamil, namun terlanjur hamil.

Pergaulan dan masalah hamil di luar nikah juga harusnya bisa lebih serius ditangani. Di mana, biasanya pihak perempuan yang akan lebih tertekan dari pihak laki-laki. “Ini istilah baru saya buat GBHN atau Gawi Bedahulu Hanyar Nikah. Itu ibunya pusing, tidak siap melahirkan, kemudian anaknya tidak terurus, suaminya pengangguran,” tegasnya.

Tak hanya orang tua, Sani Kembali menegaskan bahwa kenakalan remaja, pernikahan dini, hingga stunting ini menjadi masalah yang harus diselesaikan semua pihak.

Penulis Hendi Gea