Jaksa Tidak Berhak Mengajukan Peninjauan Kembali Pasca Adanya Putusan MK No. 33 Tahun 2016

png 20230514 232701 0000

Peninjauan kembali merupakan jenis upaya hukum luar biasa. Peninjauan kembali diatur pada pasal 263 ayat (1) KUHAP yg menyatakan bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya.

Pasal 263 ayat (1) KUHAP secara limitatif mengatur bahwa yang berhak mengajukan PK adalah terpidana atau ahli warisnya. Hal ini karena secara filosofis, PK adalah instrumen untuk melindungi hak asasi terpidana.

Namun, Pasal 23 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 Tentang Kekuasaan Kehakiman (UU ini sudah dicabut dan digantikan dengan UU No. 48/2009) pernah memberikan celah kewenangan kepada Jaksa untuk mengajukan PK.

Salah satu perkara yang menarik perhatian adalah Peninjauan Kembali Kasus Pollycarpus Budihari Priyanto, Terpidana Kasus Pembununan  . PK yang diajukan oleh Kejaksaan diterima oleh Mahkamah Agung. Meski kemudian, saat Pasal 23 ayat (1) UU No. 4 Tahun 2004 diuji ke MK, MK menolak dengan dalih persoalan yang diuji adalah berkenaan dengan penerapan norma bukan persoalan konstitusionalitas norma.

Mahkamah Konstitui Republik Indonesia pada Tahun 2016 melalui Putusan MK No. 33/PUU-XIV/2016 mengeluarkan putusan yang menegaskan bahwa:

Pasal 263 ayat (1) harus ditafsirkan secara eksplisit sebagaimana bunyinya, sehingga jika ditafsirkan berbeda maka dianggap inkonstitusional yang artinya bahwa Kejaksaan tidak berwenang mengajukan PK.

Namun, pada Tahun 2021, melalui perubahan UU Kejaksaan yakni Pasal 30C huruf h UU No. 11 Tahun 2021 memberikan kembali kewenangan Jaksa untuk mengajukan PK. Pasal ini kemudian diuji ke MK. Melalui Putusan MK No. 20/PUU-XX/2022, MK membatalkan kewenangan jaksa untuk mengajukan PK.

Oleh karena itu, pasca putusan MK tersebut saat ini Jaksa tidak berwenang untuk mengajukan PK.

Hal ini sejalan dengan Rumusan Kamar Mahkamah Agung Kamar Pidana No. PIDANA UMUM/3/SEMA 4 2014 melalui SEMA Nomor 4 Tahun 2014 yang menegaskan bahwa Jaksa tidak diperbolehkan mengajukan PK.

Sebab yang mengajukan PK sudah jelas diatur dalam KUHAP (Pasal 263 ayat (1)), untuk itu tidak dapat ditafsirkan dan disimpangi serta sesuai asas KUHAP bahwa hak-hak asasi terdakwa/terpidana lebih diutamakan.

Jakarta, 10 Mei 2023
Penulis /Asuhan : M.O.Saut Hamonangan Turnip, S.H., C.T.C.L (Pengacara di T.S & Partners Law Firm)
Rubrik Contack Person : 0852-1972-3695

Editing : Bern/Redaksi