“Kontras tidak bisa melihat dari satu sisi, harus ada keseimbangan pandangan dimana pelaku kriminal wajib menerima ganjaran atas tindakannya. Salah satu diantaranya tembak mati merupakan salah satu tindakan terukur dari kepolisian terhadap pelaku tindak kriminal yang mencoba melawan,” ujar Johannes.
BACA :
Ditambahkannya, para pegiat HAM harus juga melihat dari sisi HAM korban begal dan masyarakat yang memiliki rasa takut dan was-was seakan menunggu giliran kena bantai begal.
Menurut Advokat pada Law Office Marbun & Co ini, maraknya begal di Kota Medan khususnya dan Sumatera Utara umumnya seakan terstruktur. Berkumpulnya anak-anak dengan naik sepeda motor konvoi keliling di jalanan sambil mengacungkan senjata tajam merupakan kondisi yang menakutkan.
” Tembak di tempat beberapa begal berbahaya akan memberi efek kejut dan efek jera bagi begal-begal lainnya. Jadi , JBIB meminta kepada Kapolri dan Kapolda Sumatera Utara untuk mengeluarkan perintah tembak ditembak sebagai pegangan bagi aparat kepolisian dijalan, ” tambah Johannes.
Sebelum makin banyak korban dari masyarakat dan aparat keamanan di lapangan, perintah tembak di tempat menjadi solusinya. ” Dengan adanya perintah tembak ditempat menjadi acuan bagi aparat mengambil tindakan melindungi keselamatan diri dan masyarakat, ” tegas Ketua Umum JBIB.
“Pada pokoknya JBIB mendukung dan mengapresiasi permintaan Bobby Nasution kepada kepolisian untuk menembak mati para begal. JBIB berada dibarisan yang sama dengan Bobby. Bagi JBIB, Bobby Nasution tidak perlu minta maaf justru Kontras yang harus minta maaf ke masyarakat Medan,” tutup Johannes.
BACA :
Para Pekerja Muda di Medan Menilai Genk Motor dan Begal Sudah Meresahkan, Bila Perlu Ditembak Mati
Sikap yang sama juga dilontarkan di sejumlah media online, “sejumlah anak muda Kota Medan dan para pekerja muda di Medan, menilai genk motor dan begal sudah sangat meresahkan, dan mendukung permintaan Wali Kota Medan agar pelaku begal diberikan tindakan tegas dan bila perlu ditembak”.
BACA :
(JBIB)