Mengenal Asas Nebis In Idem Dalam Hukum

png 20230502 104315 0000

Ne Bis In Idem adalah perkara dengan obyek, para pihak dan materi pokok perkara yang sama, diputus oleh pengadilan dan telah berkekuatan hukum tetap baik mengabulkan atau menolak, tidak dapat diperiksa kembali untuk kedua kalinya. Gugatan yang diajukan seseorang ke pengadilan dan mengandung Ne bis In Idem, harus dinyatakan oleh hakim bahwa gugatan tersebut tidak dapat diterima (Niet Ontvankelijk Verklaard).

Asas ne bis in idem diatur pada pasal 1917 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.

BACA JUGA :

Gugatan Derivatif Bagi Pemegang Saham Minoritas Apabila Dirugikan Atas Tindakan Direksi Ataupun Komisaris

Suatu perkara yang telah diputus oleh hakim terdahulu dan telah memperoleh kekuatan hukum tetap tidak dapat digugat kembali dengan subyek dan objek yang sama.

Hal ini sejalan dengan Yurisprudensi Putusan Mahkamah Agung No. 1226 K/Pdt/2001, Tanggal 20 Mei 2002.

Kaidah Hukum dari yurisprudensi tersebut adalah meski kedudukan subyeknya berbeda, tetapi obyek sama dengan perkara yang telah diputus terdahulu dan berkekuatan hukum tetap, maka gugatan dinyatakan Ne bis In Idem. Dalam setiap putusan, perlu memperhatikan tiga hal yang sangat esensial yaitu unsur keadilan, unsur kemanfaatan dan unsur kepastian hukum. Apabila hakim telah memeriksa suatu perkara yang diajukan kepadanya. Pada tahap pelaksanaan dari pada putusan ini, maka akan diperoleh suatu putusan yang in kracht van gewijsde (berkekuatan hukum tetap).

Terhadap putusan yang telah berkekuatan hukum tetap, terkadang seseorang yang merasa haknya dilanggar akan menggugat kembali suatu perkara yang sebelumnya sudah digugatnya, walaupun dengan subyek yang berbeda tetapi dengan obyek yang sama. Dalam hal ini dibutuhkan ketelitian seorang hakim dalam menilai apakah perkara yang diajukan tersebut masuk kategori Ne bis In Idem.

Putusan Mahkamah Agung RI No. 123 K/Sip/1968, tanggal 23 April 1969 menyatakan “Meskipun posita gugatan tidak sama dengan gugatan terdahulu, namun karena memiliki kesamaan dalam subjek dan objeknya serta status hukum tanah telah ditetapkan oleh putusan terdahulu yang sudah in kracht, maka terhadap perkara yang demikian ini dapat diterapkan asas hukum ne bis in idem.

Putusan Mahkamah Agung No. 497 K/Sip/1973, tanggal 6 Januari 1976 menyatakan “karena terbukti perkara ini pernah diperiksa dan diputus oleh Pengadilan Negeri Surakarta, maka gugatan penggugat tidak dapat diterima.

Putusan Mahkamah Agung No. 1149 K/Sip/1982, tanggal 10 Maret 1983 menyatakan “Terhadap perkara ini dihubungkan dengan perkara terdahulu, yang telah ada putusan Mahkamah Agung, berlaku asas ne bis in idem, mengingat kedua perkara ini, pada hakikatnya sasarannya sama, yaitu pernyataan tidak sahnya jual beli tanah tersebut dan pihak-pihak pokoknya sama.